Oleh karena kemasyhuran perundang-undangan Kerajaan Islam Aceh masa itu, banyak negeri tetangga yang melakukan copy paste
peraturan hukum Aceh untuk negerinya. Di antaranya, India, Arab, Turki,
Mesir, Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, dan Tiongkok. Hal ini
terutama karena peraturan itu berunsur kepribadian yang dapat dijiwai
sepenuhnya oleh hukum-hukum agama. Jadi, adat Meukuta Alam adalah adat
yang bersendi Syara’.
Haji Muhammad selanjutnya menulis;
“… Sebuah kerajaan yang jaya masa lampau di Kalimantan, yang bernama Brunei (sekarang Brunei Darussalam), ketika diperintah oleh seorang sultan bernama Sultan Hasan, merupakan seorang keras pemeluk Islam setia. Dia telah mengambil pedoman-pedoman untuk peraturan negerinya dengan berterus terang mengatakan mengambil teladan Undang-Undang Mahkota Alam Aceh.”Hal ini suatu bukti kemasyuran dan nilai tinggi Negeri Aceh yang sudah dimaklumi orang masa itu. Salah satu alat kelengkapannya yang amat penting adalah Qanun Al-Asyi atau Undang-Undang Dasar Kerajaan. Pedoman yang dipakai berupa sebuah naskah tua yang berasal dari Said Abdullah, seorang teungku di Meulek.
Sulthan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah dicatat dalam sejarah sebagai
Pembangun Kerajaan Aceh Darussalam, dan Sulthan Alaiddin Riayat Syah II
Abdul Qahhar Pembina Organisasi Kerajaan dengan menyusun undang-undang
dasar negara yang diberi nama Kanun Al Asyi, yang kemudian oleh Sulthan
Iskandar Muda Kanun Al Asyi ini disempurnakannya menjadi Kanun Meukuta
Alam.
Dengan adanya undang-undang dasar yang bernama Kanun Meukuta Alam ini.
maka Kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri atas satu landasan yang
teratur dan kuat. Dalam hal ini ,Sulthan Iskandar Muda telah berbuat
banyak sekali dalam menyempurnakan Kanun Meukuta Alam. Adapun organisasi
dari Kerajaan Aceh Darussalam seperti yang tersebut dalam Kanun Meukuta
Alam, adalah sebagai berikut :
Dasar dan Bentuk Negara
Dalam Kanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa dasar Kerajaan Aceh
Darussalam yaitu Islam dan bentuknya kerajaan, yang dengan ringkas dapat
dijelaskan sebagai berikut;
- Negara berbentuk kerajaan, di mana Kepala Negara bergelar Sulthan yang diangkat turun temurun. Dalam keadaan dari keturunan tertentu tidak ada yang memenuhi syarat-syarat, boleh diangkat dari bukan turunan raja.
- Kerajaan bernama Kerajaan Aceh Darussalam, dengan Ibukota Negara Bandar Aceh Darussalam.
- Kepala Negara disebut Sulthan Imam Adil, yang dibantu oleh Sekretaris Negara yang bergelar Rama Setia Keurukon Katibul Muluk.
- Orang kedua dalam kerajaan, yaitu Qadli Malikul Adil, dengan empat orang pembantunya yang bergelar Mufti Empat.
- Untuk membantu sulthan dalam menjalankan pemerintahan, kanun menetapkan beberapa pejabat tinggi yang bergelar Wazir (Perdana Menteri dan Menteri-Menteri).
Rukun Kerajaan
Kanun menetapkan empat Rukun Kerajaan, yaitu:
- Pedang Keadilan ; Jika tiada pedang, maka tidak ada kerajaan.
- Qalam ; Jika tidak ada kitab undang-undang, tidak ada kerajaan.
- Ilmu ; Jika tidak mengetahui ilmu dunia-akhirat, tidak bisa mengatur kerajaan.
- Kalam ; Jika tidak ada bahasa, maka tidak bisa berdiri kerajaan.
Untuk dapat terlaksana keempat rukun tersebut dalam kerajaan, maka kanun menetapkan empat syarat, yaitu:
- Ilmu yang bisa memegang pedang,
- Ilmu yang bisa menulis.
- Ilmu yang bisa mengetahui mengatur dan menyusun negeri.
- Ilmu bahasa.
Negara Hukum
" Dalam kanun ditetapkan, bahwa Kerajaan Aceh Darussalam adalah Negara Hukum yang mutlak sah, dan rakyat bukan patung yang terdiri ditengah padang, akan tetapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, lagi besar matanya, lagi panjang sampai ke timur dan ke barat."
Sumber Hukum
Kanun menetapkan bahwa sumber hukum bagi Kerajaan Aceh Darussalam, yaitu:
- Al Quran.
- Al Hadis.
- Ijmak Ulama.
- Qias.
Cap Sikureueng
Dalam kanun ditetapkan, bahwa cap (setempel) negara yang tertinggi,
yaitu Cap Sikureueng (Setempel Sembilan), berbentuk bundar bertunjung
keliling, ditengah-tengah nama sulthan yang sedang memerintah, dan
kelilingnya nama delapan orang sulthan yang memerintah sebelumnya.
Menurut kanun, bahwa delapan orang sulthan kelilingnya melambangkan
empat dasar hukum (Al Quran, Al Hadis, IjmakUlama dan Qias) dan empat
jenis hukum (Hukum, Adat, Kanun dan Resam), yang berarti bahwa sulthan
dikelilingi oleh hukum.
Dalam Keadaan Perang
Kanun menetapkan hukum negara dalam keadaan perang sebagai berikut:
Bahwa jika negeri Aceh diserang oleh musuh, maka sekalian anak negeri atas nama rakyat Aceh dan bangsa Aceh, diwajibkan menolong yang kebajikan kepada negeri dan kepada kerajaan dengan tulus ikhlas berupa apapun juga, yaitu harta dan perbuatan dan run dan serta akal dan pikiran.
Sekalian rakyat hendaklah memperhutangkan derham kepada Raja bila masa
perlu, dan jika menang maka kerajaan berhak mutlak membayar kembali
kepada rakyat dan anak negeri seluruhnya.
Lembaga-Lembaga Negara
Kanun menetapkan adanya lembaga-lembaga negara dan pejabat- jabat tinggi yang memimpinnya, yang ikhtisarnya sebagai berikut:
- Balai Rong Sari, yaitu lembaga yang dipimpin oleh sulthan sendiri, yang anggota-anggotanya terdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh. (Kira-kira semacam BAPENAS kalau sekarang).
- Balai Majelis Mahkamah Rakyat, yang dipimpin oleh Qadli Malikul Adil, yang beranggotakan 73 orang. (Kira-kira semacam Dewan Perwakilan Rakyat).
- Balai Gading, yang dipimpin oleh Wazir Mu'azzam Orangkaya Perdana Menteri. (Kira-kira seperti Kabinet Perdana Menteri).
- Balai Furdhah, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Menteri Seri Paduka, (kira-kira sama dengan Departemen Perdagangan).
- Balai Laksamana, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Orang kaya Laksamana Amirul Harb. (Kira-kira sama dengan Departemen Pertahanan).
- Balai Majlis Mahkamah, dibawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Seri Raja Panglima Wazir Mizan, (kira-kira seperti Departemen Kehakiman).
- Balai Baitul Mal, di bawah pimpinan seorang wazir yang bergelar Orang kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Derham, (kira-kira seperti Departemen Keuangan).
Kecuali balai-balai tersebut di atas, masih ada sejumlah wazir- wazir
yang mengurus sesuatu urusan, kira-kira kalau sekarang disebut Menteri
Negara. Wazir-wazir tersebut, yaitu:
- Seri Maharaja Mangkubumi, yaitu wazir yang mengurus segala hulubalang (pamongpraja), kira-kira seperti Menteri Dalam Negeri.
- Wazir Badlul Muluk, yaitu wazir yang mengurus perutusan keluar negeri dan perutusan yang datang dari luar negeri, kirakira seperti Menteri Luar Negeri.
- Wazir Kun Diraja, yaitu wazir yang mengurus urusan Dalam (Keraton Darud Dunia) dan merangkap menjadi Syahbandar (Walikota) Banda Aceh.
- Menteri Raina Setia, yaitu wazir yang mengurus urusan cukai pekan seluruh kerajaan.
- Seri Maharaja Gurah, yaitu wazir yang mengurus hal ikhwal kehutanan, kira-kira Mênteri Kehutanan.
Disamping itu masih ada lembaga-lembaga yang juga bernama Balai, tetapi
bukan kementerian, hanya semacam Jawatan Pitsat kalau sekarang, dan
pejabat yang memimpinnyu bukan bergelar wazir, hanya Tuha.
Lembaga-lembaga tersebut yaitu:
- Balai Setia Hukama, tempat berkumpulnya para Hukama dan Ulama.
- Balai Ahli Siyasah, kira-kira seperti Biro politik.
- Balai Musafir, kira-kira seperti Biro Turisme.
- Balai Safinah, semacam kantor Urusan Pelayaran.
- Balai Fakir-Miskin, kira-kira Jawatan Sosial.
Pemerintah Daerah
Kerajaan Aceh Darussalam, selain dari Pemerintah Pusat. Juga terdiri
dari wilayah-wilayah sampai pada tingkat yang paling rendah, yang
susunannya seperti yang diatur dalam kanun sebagai berikut:
A. Gampong
Tingkat pemerintahan terendah yaitu Gampong atau kampung (Pemerintah Desa). Pimpinan Gampong terdiri dari Keuchik dan Teungku Meunasah yang juga disebut Imam Rawatib, dan dibantu oleh Tuha Peut (empat orang cerdik-pandai), kira-kira seperti Badan Pemerintah Harian (BPH).
B. Mukim
Mukim merupakan federasi dari gampong-gampong, yang satu mukim paling kurang terdiri dari delapan gampong. Federasi Mukim dipimpin oleh seorang lmeum Mukim dan Qadli Mukim.
C. Nanggroè
Wilayah Nanggroè (Negeri) kira-kira sama dengan daerah kecacamatan sekarang. Nanggroè dipimpin oleh seorang Uleébalang (Hulubalang) dan seorang Qadli Nanggroè. Uleébalang mempunyai gelar yang berbeda, menurut nanggroënya masing-masing; umpamanya ada yang bergelar Teuku Laksamana, ada yang bergelar Teuku Bentara, ada yang bergelar Teuku Bendahara dan sebagainya.
D. Sagoë
Dalam wilayah Aceh Besar dibentuk tiga buah federasi yang bernama Sagoé, yang di bawah masing-masing Sagoë terdapat beberapa buah Nanggroè. Tiap-tiap Sagoé (Sagi) dipimpin oleh seorang Panglima Sagoë dan seorang Qadli Sagoë.
- Sagoë Teungoh Lheeploh (Sagi 25), terdiri dari 25 Mukim: Panglima Sagoënya bergelar Qadli Malikul Alam Seri Setia Ulama.
- Sagoé Duaploh Nam (Sagi 26), yang terdiri dari 26 Mukim; Panglima Sagoënya bergelar Seri Imam Muda 'Oh.
- Sagoë Duaploh Dua (Sagi 22), yang terdiri dari 22 Mukim; Panglima Sagoënya bergelar Panglima Polem Seri Muda Perkasa.
Mata Uang
Sebelum berdiri Kerajaan Aceh Darussalam,Kerajaan Islam Samudra/Pasai
telah pernah mencetak mata-uangnya sendiri yang bernama derham, yang
dibuat pada awal abad XIV; yang mana mata uang Samudra/Pasai ini adalah
mata-uang asli yang pertama di Kepulauan Nusantara.
Kerajaan Aceh Darussalam membuat mata uang sendiri pada masa
Pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah II Abdul Qahhar yang
memerintah dalam tahun 945-979 h. (1539-1571 m.) dan terdiri dari tiga
jenis:
- Keueti, yaitu mata-uang yang dibuat dari timah. Pada satu sisi ditulis dengan huruf Arab tahun pembuatannya, dan pada sisi yang lain ditulis nama Ibukota Negara Banda Aceh Darussalam.
- Kupang, yaitu mata-uang yang dibuat dari perak. Pada sisi pertama ditulis tahun pembuatannya, dan pada sisi kedua ditulis nama ibukota negara Banda Aceh Darussalam, dan ada juga yang ditulis nama Sulthan yang memerintah waktu pembuatannya.
- Deurham, yaitu mata-uang yang dibuat dari emas. Pada sisi pertama ditulis nama Sulthan waktu pembuatannya dan pada sisi yang lain ditulis tahun pembuatannya, dan ada juga yang ditulis bersama-sama dengan Banda Aceh Darussalam.
***
Referensi :
www.jkma-aceh.org
meukeutop.blogsp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar